Gambar 1. Contoh Foto Udara di Kota Jakarta
Selasa, 22 November 2016
Minggu, 06 November 2016
Interpretasi Citra Secara Visual Menurut Para Ahli
Interpretasi Citra Secara Visual Menurut Para Ahli
- Vink
Menurut Lo (1976)
interpretasi citra menurut Vink dilakukan dalam enam tahap yaitu
1. Deteksi,
2. Pengenalan dan identifikasi,
3. Analisis,
4. Deduksi,
5. Klasifikasi dan
6. Idealisasi.
Deteksi adalah penyadapan
data secara selektif atas obyek (tampak langsung) dan elemen (tak tampak
langsung) dari citra. Kemudian obyek tersebut dikenali, diidentifikasi dan
diikuti oleh proses pemisahan dengan penarikan garis batas kelompok obyek atau
elemen yang memiliki kesamaan wujud kemudian dilakukan proses deduksi yang dilakukan berdasarkan
asas konvergensi bukti untuk prediksi terjadinya hubungan tertentu. Konvergensi
bukti merupakan penggunaan bukti-bukti yang masing-masing saling mengarah ke
satu titik simpul. Klasifikasi dilakukan untuk menyusun obyek dan elemen ke
dalam sistem yang teratur. Tahap terakhir yaitu idealisasi atau penggambaran
hasil dari interpretasi tersebut.
Hasil interpretasi citra
sangat tergantung atas penafsir citra beserta tingkat referensinya. Tingkat
referensi ialah keluasan dan kedalaman pengetahuan penafsir citra. Ada tiga
tingkat referensi yaitu umum, lokal dan khusus. Tingkat referensi umum yaitu
pengetahuan umum penafsir citra tentang gejala dan proses yang diinterpretasi.
Tingkat referensi lokal ialah pengetahuan atau keakraban penafsir citra
terhadap lingkungan setempat atau daerah yang diinterpretasi. Tingkat referensi
khusus ialah pngetahuan yang mendalam tentang proses dan gejala yang
diinterpretasi.
- Lo
Dengan mendasarkan atas
pendapat Vink maka Lo mengutarakan bahwa interpretasi citra dilakukan dengan
tahap-tahap seperti dibawah ini :
1.
Deteksi
2.
Merumuskan
identitas obyek dan elemen berdasarkaan karakteristik foto seperti ukuran,
bentuk, bayangan, rona, tekstur, pola dan situs.
3.
Mencari
arti melalui proses analisis dan deduksi
4.
Klasifikasi
melalui serangkian keputusan, evaluasi, dsb., berdasarkan kriteria yang ada.
5.
Teorisasi
->
menyusun teori atau
menggunakan teori yang ada pada disiplin yang bersangkutan
Pada dasarnya interpretasi
citra terdiri dari dua proses yaitu proses perumusan identitas obyek dan elemen
yang dideteksi pada citra dan proses untuk menemukan artinya pentingnya obyek
dan elemen tersebut. Karakteristik foto seperti ukuran, bentuk, bayangan dsb
digunakan untuk identifikasi obyek, sedang proses yang lebih rumit yaitu
analisis dan deduksi digunakan untuk menemukan hubungan yang berarti dalam
proses yang kedua. Hasilnya berupa sebuah klasifikasi dalam upaya menyajikan
sejenis keteraturan dan kaitan antara informasi kualitatif yang diperoleh.
Klasifikasi ini menuju kearah teorisasi. Teorisasi ialah penyususnan teori
berdasarkan penelitian yang bersangkutan atau penggunaan teori yang ada sebagai
dasar analisis dan penarikan kesimpulan didalam penelitian itu. Dengan demikian
maka interpretasi citra pada dasarnya berupa proses klasifikasi yang bertujuan
untuk memasukkan gambaran pada citra ke dalam kelompok yang tepat sehingga
diperoleh pola kelompok dan hubungan imbaldayanya.
- Roscoe
Roscoe (1960) menyatakan
bahwa interpretasi citra meliputi serangkaian pekerjaan yang berupa:
1.
interpretasi
awal,
2.
pembuatan
peta kerja,
3.
pekerjaan
medan,
4.
tinjauan
kembali atas masalah dan metode,
5.
interpretasi
akhir
6.
kesimpulan
dan uji medan dan
7.
penyajian
akhir.
Pada interpretasi awal
dilakukan interpretasi dari citra berskala kecil ke arah yang skalanya lebih
besar, dari pola umum ke wujud individual, dari obyek yang mudah dikenal ke
arah yang lebih
sukar dikenal. Setelah diamati pola umumnya, kemudian dikaji secara rinci
unsur-unsur yang membentuk pola tersebut. Hasil interpretasi awal ini
diwujudkan dalam peta kerja atau peta sementara.
Dengan menggunakan peta
kerja dan citra yang lebih diinterpretasi, pekerjaan medan dapat dilakukan
lebih efisien. Pekerjaan medan terarah lebih baik dan pelaksanaanya lebih singkat.
Kadang – kadang di medan juga dilakukan interpretasi citra untuk mengembangkan
informasi baru yang diperoleh dengan pengamatan langsung.
Tinjauan atas masalah dan
metode yang dipilih untuk pemecahan masalah perlu dilaksanakan untuk
menyimpulkan apakah ia akan tetap pada masalah yang telah dirumuskan dan metode
yang dipilih. Bukan tidak mungkin akan timbul masalah baru yang memerlukan
pengubahan metode yang digunakan.
Kemudian dilakukan
interpretasi akhir, penarikan kesimpulan, dan kerangka laporannya disusun.
Sebelum menulis laporan, bila kemungkinan lebih baik dating sekali lagi ke
daerah penelitian untuk meyakinakan hal yang perlu diyakinkan atau untuk
menemukan jawaban atas pertanyaan yang timbul pada interpretasi akhir.
Penyajian hasil interpretasi
dapat dilakukan antara lain dengan menyajikan gambaran dalam kaitan spasial
yang jelas. Untuk maksud ini dapat digunakan
foto udara dan citra lainnya yang diberi notasi, mosaik foto, dan peta.
Disamping itu, informasi yang terkumpul juga dapat menjadi kunci interpretasi
citra.
- Umali
Menurut Umali (1983) interpretasi citra Landsat
dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu :
1.
Tahap
analisis citra
2.
Tahap
interpretasi citra
3.
Tahap
interpretasi disipliner terinci
Tiap wujud pada citra
mula-mula tampak melalui rona dan atau warnanya. Penafsiran citra mulai dengan
mendeteksi rona atau warna pada citra. Ia menarik garis batas bagi kelompok
wujud yang rona atau warnanya sama dan memisahkannya dari yang lain. Pekerjaan
ini oleh umali disebut analisis citra.
Pekerjaan selanjutnya
disebut interpretasi citra. Pekerjaan ini terdiri dari pengenalan jenis obyek
dan polanya. Pengenalan jenis obyek dilakukan dengan menggunakan unsur spasial
seperti ukuran, bentuk, tekstur, bayangan, dan situsnya. Obyek yang tergambar
pada citra tidak hanya dikenali jenisnya, melainkan juga dikaji polanya atau
susunan keruangannya. Pola tersebut antara lain berupa pola bentuk lahan, pola
bentang budaya, pola aliran, dan pola penggunaan lahan.
Pekerjaan pada tahap
terakhir berupa pekerjaan intepretasi disipliner terinci. Jenis dan pola obyek
yang tergambar paada citra diinterpretasi arti pentingnya sesuai dengan tujuan
interpretasinya seperti misalnya untuk geologi, geomorfologi, penggunaan lahan,
kehutanan, sumberdaya akuatik, lingkungan, pertanian, dan hidrologi.
5.
Estes
et al
Estes
et al (1983) mengartikan analisis citra sebagai keseluruhan pekerjaan
interpretasi citra. Pengertian ini juga digunakan oleh Lillesand dan Kiefer
(1979) oleh karena itu istilah di dalam penginderaan jauh dipelajari oleh para
ilmuan dengan dpandang atau diartikan dengan lebih dari satu makna.
Lebih
dari sekedar istilah, bidang keahlian yang beraneka sering terbawa ke dalam
pemagaman penginderaan jauh. Oleh karena itu Estes et al berpendapat bahwa
perlu ada kerangka kerja konsepsual atau pardigma bagi hal yang mendasar di
dalam penginderaan jauh antara lain bagi asas interpretasi citra. Urgensi
paradigma ini lebih terasa lagi setelah berkembangnya analisis digital data
penginderaan jauh pada dua dasawarsa terakhir ini. Analisis digital seolah-olah
terpisah sama sekali dari analisis manual. Tanpa ada hubungan sedikitpun.
Sehubungan dengan ini maka Estes et al mengemukakan suatu paradigma analisis
citra secara manual dan visual dan digital.
Pekerjaan
analisis citra meliputi tiga :
1. deteksi dan identifikasi,
2. pengukuran,
3. pemecahan masalah.
Mula-mula
dilakukan deteksi dan pemberian obyek penting yang tergambar pada citra. Obyek
itu kemudian diukur dengan cara manual atau menggunakan instrumen. Pengukuran
ini dilakukan atas rona atau warna, bentuk, luas, lereng, bayangan, terkstur,
atau aspek lainnya. Pengukuran ini penting dalam uoaya pemecahan masalah.
Pemecahan masalah dapat beraneka bentuknya, antara lain berupa pengenalan obyek
melalui pengamatan obyek lain atau pengenalan kompleks obyek berdasarkan obyek
satu persatu, pemecahan masalah juga berarti penggunaan yang tepat data yang
telah diperoleh dari citra penginderaan jauh.
Baik
dengan cara maunal maupun dengan cara digital, cara analisisnya mendasarkan
atas unsur-unsur yang disebut unsur interpretasi citra. Berdasarkan unsur interpretasi
citra ini dilakukan analisis yang aturannya berbeda bagi cara manual dan cara
yang bersifat mempermudah dan atau
mempertinggi hasil analisisnya.
Pengembangan
hipotesis merupakan hal mendasar bagi ilmu pengetahuan. Hipotesis pada dasarnya
berupa jawaban potensial terhadap suatu pertanyaan atau pemecahan terhadap
suatu masalah. Hipotesis merupakan dugaan ilmiah. Dugaan ini dapat tepat dan
dapat pula tidak tepat. Oleh karena itu hipotesis harus diuji. Didalam analisis
citra, analisis menyusun hipotesis juga. Seorang analis citra menduga bahwa
obyek yang tergambar pada citra dan sedang diamati misalnya berupa tanaman
jagung atau daerah yang tergambar pada citra berupa daerah pertanian yang
subur.
Garis
penalaran ialah pengembangan penalaran yang mengarah ke suatu kesimpulan. Satu
garis penalaran yang pada dasarnya terdiri dari serangkaian pernyataan yang
menggunakan “jika....maka....”. dengan mendasarkan atas penalaran, kita hapus satu
persatu pernyataan-pernyataan tersebut, kecuali satu pernyataan yang paling
mungkin terjadi. Sebagai contoh dapat dibuat
pernyataan berdasarkan pengamatan pada citra sebagai berikut :
- - Jika sawah terletak di daerah miring
maka petak-petaknya berukuran kecil.
- - Jika sawah terletak di daerah padat
penduduk maka petak-petaknya berukuran kecil.
Kalau sawah tersebut
terletak di daerah datar dan petaknya berukuran sempit-sempit maka berarti
pernyataan pertama ditolak. Kalau hanya ada dua pernyataan, berarti pernyataan
kedualah yang diterima. Sawah yang terletak di daerah datar cenderung berukuran
luas. Petak yang sempit-sempit mengisyaratkan pemilik yang berjumlah besar. Ini
berarti daerahnya berpenduduk padat.
Analisis citra secara manual
pada dasarnya merupakan proses deduktif. Penarikan kesimpulan didasarkan atas
apa yang telah diketahui atau didasarkan atas sesuatu yang kebenarannya telah
diterima secara umum. Sebagai contoh, bila suatu daerah banyak ditanami
singkong maka kita dapat menyimpulkan
bahwa daerah itu merupakan daerah
tandus. Foto yang menyajikan gambaran sungai dengan bentuk meander
mengisyaratkan daerah yang datar. Dua kesimpulan tersebut ditarik berdasarkan
atas hal – hal yang kebenarannya telah diterima secara umum atau secara luas. Di
samping itu, obyek yang mudah dikenali pada citra bersifat mengarahkan ke
pengenalan obyek lainnya. Di dalam menyimpulkan jenis obyek atau kondisi suatu
obyek lainnya. Di dalam menyimpulkan jenis obyek atau kondisi suatu daerah yang
tergambar pada citra, digunakan lebih dari satu unsur yang masing-masing
mengarah ke satu kesimpulan, tidak ada yang bertentangan. Asas inilah yang
disebut konvergensi bukti (converging
evidence, convergence of evidence).
Jumat, 28 Oktober 2016
SENSOR SATELIT IKONOS (PANKROMATIK)
SENSOR SATELIT IKONOS (PANKROMATIK)
Satelit
Ikonos adalah satelit inderaja komersil pertama yang diluncurkan pada 24
September 1999 dari Markas Angkatan Udara Vandenburg, California USA. Ikonos
dioperasikan dengan tingkat ketelitian 1 meter untuk model pankromatik dan 4
meter untuk model multispektral yang merupakan milik Space Imaging Agency
(USA), dan berhasil memproduksi citra satelit inderaja dengan ketelitian 235
kali ketelitian citra Landsat - 7 band pankromatik (Kusumowidagdo, 2002). Ikonos memiliki resolusi spektral pada nadir
yaitu 0,82 meter. Sedangkan untuk resolusi spektral pada 26° off-nadir adalah
1.0 meter. Dengan teknik “Pan Sharpening”, citra pankromatik 1 meter
dapat dikombinasikan dengan citra multispektral 4 meter. Saluran pankromatik
menggunakan panjang gelombang (0.45 mm - 0.90 mm
) dan multispektral dengan 3 saluran pada panjang gelombang tampak (visible)
serta satu saluran inframerah dekat. Tabel berikut menunjukkan band-band
spectral yang terdapat pada sensor Ikonos.
Spesifikasi Citra Ikonos :
Resolusi Radiometik
Resolusi radiometric data IKONOS dikumpulkan tiap 11 bit pixel (2048 tone abu – abu). Ini berarti bahwa masih diperlukan ahli perangkat lunak inderaja untuk memperoleh informasi gambar dengan detil. IKONOS dengan kemampuannya sebagai “high accuracy remote sensing satellite” akan memberikan implikasi terhadap berubahnya konsepsi penyediaan data dan informasi wilayah terutama karena meningkatnya kecepatan dan kearukuratan datanya.
Produk
Satelit IKONOS dapat dibedakan dalam tiga tingkatan berdasarkan tingkat akurasi
posisinya, yaitu :
1. Georectified Product (Geo) Geo merupakan
produk ideal untuk pengamatan visual dan interpretasi, karena produk ini sudah
direktifikasi pada datum & sistem proyeksi peta.
2.
Orthorectified Product Pada produk ini telah dilakukan ortorektifikasi pada
ellipsoid & proyeksi peta tertentu. Orthorektifikasi dilakukan untuk
menghilangkan distorsi citra akibat kesalahan geometrik dan pergeseran relief.
Jenis Precision dan Precision Plus merupakan produk yang mempunyai tingkat
akurasi ketelitian yang tinggi, karena telah menggunakan titik control tanah
maupun DEM (Digital Elevation Model). Jenis Presicion Plus bukan merupakan
produk standar, dan hanya disediakan untuk golongan tertentu.
3. Stereo Product Produk ini hanya dapat
digunakan oleh lembaga pemerintahan saja. Stereo Product menggunakan film
kamera model Rational Polynomial Coefisient (RCP), yang menyediakan model data
kamera dengan paket program untuk fotogrammetri dengan koordinat 3D, DEM dan
citra yang telah diorthorektifikasi.
Karakteristik
Satelit Ikonos
:
Tujuan pemanfaatan citra
Data
Citra Satelit Ikonos dapat digunakan untuk berbagai tujuan pemanfaatan, antara
lain untuk pemetaan sumber daya alam daerah pedalaman dan perkotaan, analisis
bencana alam, kehutanan, pertambangan, teknik konstruksi, pemetaan perpajakan,
dan deteksi perubahan. Penggunaan potensial lain ikonos adalah precision agriculture
dimana hal ini digambarkan pada pengaturan band multispektra, yang mencakup
band infra merah dekat (near-infrared). Pembaharuan dari situasi lapangan dapat
membantu petani untuk mengoptimalkan penggunaan pupuk dan herbisida. Ikonos juga dapat
dimanfaatkan untuk pemantauan cuaca dan penataan ruang wilayah. Ikonos akan
lebih bermanfaat misalnya dalam menganalisis lahan dan identifikasi obyek.
Apabila kemudian data ini dipadukan dengan data sekunder akan memberikan
pengetahuan tentang potensi suatu daerah dengan lebih detil dan bermanfaat
khususnya dalam pengambilan kebijakan pembangunan. Data dari satelit ini telah
dimanfaatkan untuk identifikasi tata ruang.
Misi
Mendapatkan
citra seluruh kota-kota utama Amerika Serikat. Sampai saat ini pemetaan dan
monitoring perkotaan dari angkasa (tidak hanya di Amerika) hanya mungkin pada
skala terbatas.
- Keterkaitan
antara resolusi spasial pada citra satelit dengan skala peta yang dihasilkan.
- Resolusi
Spasial citra satelit 15 - 30m akan
menghasilkan skala peta maksimum 1 : 50.000 dan minimumnya 1 : 100.000,
resolusi spasial 15 - 30m ini terdapat pada citra satelit landsat 5 (TM),
landsat 7 ( ETM+) , landsat 8 OLI dan citra satelit Aster.
- Resolusi
Spasial Citra Satelit 5 - 10 m akan
menghasilkan skala peta maksimal sampai 1 : 10.000 dengan skala peta
minimum 1 : 25.000, resolusi spasial 5 - 10m ini terdapat pada citra
satelit seperti SPOT 4 resolusi 10m, SPOT 5 resolusi 5 dan 10 m,
Alos AVNIR -2 dan Alos Palsar yang memiliki resolusi citra 6 m.
- Resolusi
Spasial Citra Satelit 1,5 - 2.5m akan
menghasilkan skala peta maksimal 1 : 7.500 dan minimal skala peta 1 :
10.000 . Resolusi Citra satelit 2.5 m terdapat pada citra satelit seperti
Alos 2.5m yang merupakan hasil pansharp antara citra Alos AVNIR -2 dengan
Alos Pankromatik , citra SPOT 5 resolusi 2.5m dan Citra Satelit Pleidas
yang memiliki resolusi spasial 1.5m
- Resolusi
Spasial Citra Satelit 0.6 - 1m akan
menghasilkan skala peta maksimal 1 : 5000, Resolusi 0,6 - 1m ini terdapat
pada citra satelit QuickBird dan Ikonos.
- Resolusi
Spasial Citra Satelit 0.5m akan menghasilkan
skala peta maksimal 1 : 2000, resolusi 0,5m ini terdapat pada citra
satelit Geoeye, WorldView - 1, World View - 2, dan Pleidas.
Daftar
Pustaka
Indrawati,
Like. 2007. Petunjuk Praktikum Sistem Penginderaan jauh Non Fotografi.
Yogyakarta: Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada
Purwanto,
Hery Taufik. 2007. Petunjuk Praktikum Sistem Penginderaan Jauh Non Foto.
Yogyakarta: Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada
Space Imaging, 2002. Ikonos,
http:/www.damap.com/ikonos.htm
Sabtu, 22 Oktober 2016
Mencari Alamat Rumah dengan Mengunakan Google Earth.
Gambar di atas merupakan hasil penulusuran dari Aplikasi Google Earth. Gambar tersebut juga merupakan salah satu contoh dari citra. Didalam gambar adalah rumah saya, yang terletak di Jl. Jaya Laras (gkpn) no. 80A kecamatan Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat.
Jumat, 14 Oktober 2016
HAMBATAN ATMOSFER
2. Pantulan
Fungsi atmosfer adalah untuk
mengatur proses penerimaan panas yang berasal dari matahari. Yaitu dengan cara
menyerap sinar matahari kemudian memantulkan panas yang dipancarkan oleh
matahari. Atmosfer mempunyai peranan untuk menghambat dan mengganggu tenaga
atau sinar matahari yang datang (bersifat selektif terhadap panjang gelombang).
Tenaga elektromagnetik dalam jendela atmosfer tidak dapat mencapai permukaan
bumi secara utuh, karena sebagian dari padanya mengalami hambatan oleh
atmosfer. Hambatan ini terutama disebabkan oleh butir – butir yang ada di
atmosfer seperti debu, uap air dan gas.
Macam-macam hambatan:
1. Debu
Debu adalah sejenis partikel, atau aerosol yang
mengambang di atmosfer. Debu dibedakan menjadi dua yaitu debu yang dihasilkan
dari kegiatan manusia seperti asap industri, pembakaran bahan bakar dan kebakaran
hutan, selanjutnya adalah debu yang dihasilkan oleh alam seperti abu vulkanik
dan debu gurun.
Debu yang berasal dari pembakaran
umumnya berukuran submicro. Partikel halus ini mendinginkan atmosfer karena
merefleksikan cahaya mahatahi kembali ke antariksa sebelum sempat memanaskan
udara. Itu berati hanya sedikit energi surya yang sampai ke permukaan dan hanya
memiliki sedikit effect signifikan terhadap energi panas.
Partikel debu alami berukuran di
atas 10 mikron menyerap radiasi matahari, lalu mengubahnya menjadi panas dan
melepaskannya ke udara. debu ini juga merefleksikan sebagian radiasi kembali ke
luar angkasa sehingga debu alami ini mendinginkan bumi sekaligus menghangatkan
atmosfer.
2 Aerosol
Aerosol berupa partikel cair atau
padat yang tersuspensi di dalam gas. Ukuran partikel aerosol antara 0,001-100
µm. Partikel-partikel yang berdiameter kurang dari 2,5 µm pada umumnya dianggap
halus dan partikel yang berdiameter lebih besar dari 2,5 µm dianggap kasar.
Aerosol yang terdiri dari partikel debu, abu, garam, dan asap juga terdapat di
udara. Sumber aerosol terbagi menjadi dua yaitu aerosol primer yang
biasanya dihasilkan dari debu yang terbawa oleh udara sebagai akibat adanya
angin atau partikel-partikel yang dikeluarkan dari cerobong asap dan aerosol
sekunder yang dihasilkan di dalam atmosfer yang mengalami reaksi-reaksi kimia
dari gas.
1.
Uap air
Uap air merupakan senyawa kimia
udara dalam jumlah besar. Uap air berasal dari kandungan air pada hidrosfer
yang menguap. Kadar uap air di atmosfer dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu suhu
dan lokasi. Semakin tinggi suhu udara, maka kandungan air dalam udara
semakin besar.
1.
Awan
Awan adalah sekumpulan tetesan air
atau juga kristal es pada atmosfer yang terjadi disebabkan karena pengembunan
atau pemadatan uap air yang terdapat didalam udara setelah melampaui keadaan
yang jenuh
Komponen
atmosfer berperan dalam proses atenuasi atau penurunan intensitas radiasi
matahari yang mencapai permukaan tanah. Proses yang dominan dalam anetuasi
gelombang elektromagentik adalah: absorbsi atau penyerapan, refleksi atau pemantulan
dan refraksi atau hamburan.
Proses Hambatan:
1.
Serapan
Penyerapan adalah proses di mana
elektron dari suatu zat menyerap atau mengambil panjang gelombang peristiwa
energi. Struktur atom dan molekul dari bahan mengatur tingkat penyerapan,
bersama dengan jumlah radiasi elektromagnetik, suhu, struktur kristal padat,
dan interaksi antarmolekul. Spektrum serapan dapat diukur dari segi frekuensi,
panjang gelombang, atau bilangan gelombang mereka.
Ada dua jenis spektrum penyerapan:
spektrum serapan atom dan spektrum penyerapan molekul. Spektrum absorpsi atom
adalah spektrum yang diperoleh ketika atom-atom bebas (umumnya gas) menyerap
panjang gelombang cahaya. Spektrum penyerapan molekul di sisi lain adalah
spektrum yang terlihat ketika molekul suatu zat menyerap panjang gelombang
cahaya (umumnya ultraviolet atau sinar tampak).
3 .
Hamburan
Hamburan adalah pantulan ke segala arah yang disebabkan
oleh benda-benda yang permukaannya kasar dan bentukannya tidak menentu, atau
oleh benda-benda kecil lainnya yang berserakan. Bagian dari spektrum
elektromagnetik yang mampu menembus atmosfer dan sampai ke permukaan bumi
disebut jendela atmosfer. Jendela atmosfer yang paling banyak digunakan adalah
spektrum tampak yang dibatasi oleh gelombang 0,4 mikrometer hingga 0,7
mikrometer. Hamburan dapat terjadi karena
partikel-partikel penghambur yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan
ukuran panjang gelombang radiasi yang dihambur. Terdapat 5 jenis hamburan di
atmosfer yaitu:
1. Hamburan umum
adalah hamburan ke semua arah yang terjadi bila radiasi mengenai
partikel-partikel yang ada dalam atmosfer.
2. Hamburan
rayleigh adalah hamburan yang terjadi pada partikel-partikel kecil yang
diameternya lebih kecil dari panjang gelombang radiasi datang. Hamburan yang
terjadi adalah hamburan balik, jadi berlawanan dengan arah radiasi datang.
Apabila cuaca cerah berarti ukuran partikel kecil sehingga panjang gelombang
yang banyak dihamburkan adalah cahaya biru, selanjutnya ukuran partikel
menentukan jenis cahaya yang dihamburkan dan dikenal dengan hamburan selektif. Hamburan
Rayleigh adalah hamburan
elastis dari cahaya atau radiasi elektromagnetik lain oleh partikel lain dengan
jauh lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya, yang bisa berupa suatu atom
atau molekul. Hal ini dapat terjadi ketika cahaya melawati benda padat yang transparan
dan cairan, tetapi yang paling menonjol terlihat pada gas.
3. Hamburan mie
adalah hamburan yang terjadi pada partikel-partikel dengan diameter hampir sama
dengan panjang gelombang radiasi. Hamburan yang terjadi hampir seluruhnya
searah dengan arah datangnya radiasi.
4. Hamburan non
selektif adalah hamburan yang tidak tergantung pada panjang gelombang dan
arah radiasi. Biasanya dihamburkan oleh partikel-partikel besar dengan diameter
jauh lebih besar dari panjang gelombang radiasi.
5. Hamburan
atmosfer adalah hamburan yang terjadi di atmosfer, merupakan gabungan dari
berbagai hamburan sebagai fungsi dari kondisi atmosfer atau ukuran partikel
yang ada di atmosfer.
Pengaruh hambatan
pada penginderaan jarak jauh:
-
Terganggunya proses pengambilan data
dari jarak jauh dalam bidang-bidang tertentu.
Sumber :
Endarto,
Danang. dkk. 2009. Geografi 3 : Untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta. Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Hartono, 2009, Geografi
3 Jelajah Bumi dan Alam Semesta : untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas
/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional, h. 20 – 26.
Jumat, 07 Oktober 2016
Perkembangan Penginderaan Jarak Jauh
Penginderaan jarak jauh merupakan teknologi untuk mengukur atau mendapatkan informasi tentang suatu objek/fitur/benda di permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan objek ukur. Pada awal perkembangannya, penginderaan jauh hanya berfungsi sebagai teknik atau cara untuk mendapatkan data dari permukaan bumi yang dilakukan tanpa harus kontak dengan permukaan bumi. Dalam perkembangan selanjutnya, penginderaan jauh sering diposisikan sebagai suatu ilmu.Jadi, peinderaan jarak jauh merupakan ilmu dan seni untuk menindera / menganalisis permukaan bumi dari jarak yang jauh, dimana perekam dilakukan di udara atau di angkasa dengan menggunakan alat sensor dan wahana. Kemudian alat tersebut menghasilkan data yang harus dianalisis dengan cara interpretasi untuk dijadikan suatu informasi tentang permukaan bumi yang bermanfaat bagi bidang – bidang ilmu yang berkaitan.
Penginderaan jarak jauh merupakan teknologi untuk mengukur atau mendapatkan informasi tentang suatu objek/fitur/benda di permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan objek ukur. Pada awal perkembangannya, penginderaan jauh hanya berfungsi sebagai teknik atau cara untuk mendapatkan data dari permukaan bumi yang dilakukan tanpa harus kontak dengan permukaan bumi. Dalam perkembangan selanjutnya, penginderaan jauh sering diposisikan sebagai suatu ilmu.Jadi, peinderaan jarak jauh merupakan ilmu dan seni untuk menindera / menganalisis permukaan bumi dari jarak yang jauh, dimana perekam dilakukan di udara atau di angkasa dengan menggunakan alat sensor dan wahana. Kemudian alat tersebut menghasilkan data yang harus dianalisis dengan cara interpretasi untuk dijadikan suatu informasi tentang permukaan bumi yang bermanfaat bagi bidang – bidang ilmu yang berkaitan.
Teknologi PJ sangat cepat berkembang dan teruji dengan sangat baik, baik
dikalangan akademik, pemerintah, swassta, maupun stakeholder pada umumnya. Teknologi ini sangat bermanfaat untuk
mempelajari dan menyelesaikan berbagai permasalahan keseharian kita di berbagai
bidang kehidupan.
Perkembangan Sisten dan Wahana
Dimulai dari
teknik interpretasi foto udara, penginderaan jarak jauh mulai berkembang. Meskipun demikian, teknik interpretasi
foto udara untuk keperluan sipil (damai) sendiri baru berkembang pesat setelah
Perang Dunia II karena sebelumnya foto udara lebih banyak dimanfaatkan untuk
kebutuhan militer. Berdasarkan ketinggian peredarannya, posisi wahana dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut :
1. 1. Pesawat
terbang rendah sampai medium (low to medium altitude aircraft)
ketinggian antara 1.000–9.000 meter dari permukaan bumi. Citra yang dihasilkannya
adalah citra foto (foto udara).
- Pesawat terbang tinggi (high altitude aircraft) dengan
ketinggian sekitar 18.000 meter dari permukaan bumi. Citra yang
dihasilkannya adalah citra udara dan multispectral scanner data.
- Satelit dengan ketinggian antara 400–900 km dari permukaan
bumi. Citra yang dihasilkan adalah citra satelit.
Berbagai satelit sumberdaya telah diluncurkan oleh beberapa
negara yang menawarkan kemampuan yang bervariasi mulai dari:
- ± 1 meter (IKONOS,
OrbView, QuickBird dan GeoEye milik perusahaan swasta Amerika Serikat)
- ± 10 meter (SPOT
milik Perancis, COSMOS milik Rusia, IRS milik India dan ALOS milik Jepang)
- ± 15-30 meter
(ASTER yang merupakan proyek kerjasama Jepang dan NASA, Landsat 7 ETM+ milik Amerika Serikat, sayangnya mengalami kerusakan sejak tahun 2003)
- ± 50 meter (MOS
milik Jepang)
- ± 250 dan 500 meter (MODIS milik
Jepang)
- ± 1,1 km (NOAA-AVHRR
milik Amerika Serikat)
Negara –
negara tersebut memanfaatkan citra satelit itu untuk pembangunan, baik dalam
pengelolaan sumberdaya maupun mitigasi bencana alam. Sensor-sensor satelit baru
tidak hanya beroperasi pada wilayah multispektral. Saluran pankromatik
dengan resolusi spasial yang lebih tinggi daripada saluran spektral lain pada
sensor yang sama juga dioperasikan oleh berbagai sistem. Sensor aktif
seperti radar juga telah dioperasikan oleh berbagai satelit seperti JERS
(Jepang), ERS dan Envisat (Uni Eropa), Radarsat (Kanada); sementara sistem
sensor aktif berbasis teknologi laser (Lidar) terus dikembangkan untuk
memperoleh informasi ketinggian permukaan kanopi pepohonan dan ketinggian
permukaan tanahnya sekaligus. Sistem satelit Modis, Envisat dan EO-1 juga
mengangkut sensor hiperspektral dengan ratusan saluran spektral untuk
memperoleh informasi yang lebih spesifik mengenai objek, termasuk komposisi
kimia mineral dan spesies organisme.
Perkembangan Aplikasi
Penginderaan jauh di awal perkembangannya berasosiasi dengan
aplikasi militer, karena gambaran wilayah yang dapat disajikan secara vertikal
mampu memberikan inspirasi bagi pengembangan strategi perang yang lebih efektif
daripada peta. Efektivitas ini khususnya menyangkut pemantauan posisi
dan pergerakan musuh, serta peluang penyerbuan dari titik-titik
tertentu. Kemajuan teknologi pemotretan yang melibatkan film peka sinar
inframerah dekat juga telah mendukung analisis militer dalam membedakan kenampakan
kamuflase objek militer dari objek-objek alami seperti misalnya
pepohonan.
Penggunaan
teknologi foto inframerah akhirnya juga dimanfaatkan untuk aplikasi pertanian,
khususnya dalam konteks perkiraan kerapatan vegetasi, biomassa dan aktivitas
fotosintesis, karena kepekaan pantulan sinar inframerah dekat ternyata
berkaitan dengan struktur interal daun dan kerapatan vertikal vegetasi.
Foto udara inframerah juga terbukti efektif pembedaan objek air dan bukan air,
sehingga pemetaan garis pantai pun sangat terbantu oleh teknologi ini.
Penerapan Teknologi dari Pemerintah ke Swasta
Pada tahun 1994, pemerintah Amerika Serikat mengambil
keputusan untuk mengijinkan perusahaan sipil komersial untuk memasarkan data
penginderaan jauh resolusi tinggi, yaitu antara 1-4 meter (Jensen,
1996). Dua perusahaan swasta, yaitu Earth Watch dan Space Imaging segera
menanggapi keputusan ini dengan mengeluarkan produk mereka, masing-masing
adalah Earlybird dan Quickbird (Earth Watch) dan Ikonos (Space
Imaging). Earlybird memberikan resolusi spasial 3 meter untuk citra
pankromatik dan 15 meter untuk citra multispektral meskipun proyek ini kemudian
gagal; sedangkan Quick Bird dan Ikonos mampu memberikan citra dengan resolusi
spasial yang lebih tinggi, yaitu masing-masing 0,6 dan 1 meter untuk
pankromatik 2,4 dan 4 meter untuk multispektral. GeoEye saat ini mampu
memberikan data pada resolusi sekitar 40 cm, meskipun Pemerintah Amerika
Serikat membatasi distribusi dan penggunaan citra resolusi spasial tinggi hanya
sampai dengan 50 cm.
Perkembangan Teknik Analisa
Dari Manual
ke Digital
Teknologi SIG telah dimulai pada akhir tahun 1960-an, antara
lain oleh Tomlinson (Marble dan Pequet, 1990). Kemudian pada dekade
1970-an beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah memulai untuk
menerapkan SIG dalam pengelolaan sumberdaya lahan dan perencanaan
wilayah. Pada sekitar tahun 1979, Jack Dangermond mengawali pengembangan
paket perangkat lunak SIG yang sangat terkenal, yaitu Arc/Info untuk mengisi
pasar komersia (Rhind et al., 2004). Setelah itu, ratusan
macam paket perangkat lunak SIG, yang sebagian besar di antaranya dioperasikan
untuk PC, membanjiri pasar dunia. Kebutuhan akan fasilitas pengolahan
citra digital yang sekaligus dilengkapi dengan fasilitas SIG telah membuka
kemungkinan-kemungkinan baru dalam analisis data spasial. Sistem pengolah
citra satelit dapat memberikan masukan pada SIG berupa peta-peta tematik hasil
ekstraksi informasi dari citra digital satelit. Di sisi lain, fasilitas
analisis spasial dari SIG mampu mempertajam kemampuan analisis penglohan citra,
terutama dalam hal pemanfaatan data bantu untuk meningkatkan akurasi hasil
klasifikasi multispektral (Jensen, 2005).
Banyak perusahaan telah melakukan downsizing (beralih
dari komputer mainframe ke komputer mini, dan dari komputer
mini ke komputer mikro/PC) maka akses berbagai kelompok praktisi dan akademisi
ke otomasi pengolahan citra digital pun semakin besar. Semakin banyak
paket perangkat lunak pengolah citra digital dan SIG yang dioperasikan dengan
PC dan laptop.
Dari Multi
Spektral ke Hyper Spektral
Pada awalnya
kamera yang dipasang pada pesawat udara untuk kebutuhan pengintaian dalam aplikasi
miltiter hanya menghasilkan foto berwarna hitam putih. Kehadiran film berwarna
pun secara cepat berimbas pada penggunaan yang lebih intensif dalam
penginderaan jauh berbasis foto udara. Ketersediaan film inframerah
kemudian mendorong perkembang-an kamera multisaluran (multiband), yang pada umumnya
memuat empat lensa dalam satu badan kamera, dengan kepekaan yang berbeda-beda
untuk wilayah spektral berikut: biru, hijau, merah dan inframerah dekat.
Tahap ini menandai perkembangan sistem pemotretan dari yang bersifat
unispektral (saluran tunggal) dan berjulat spektral lebar misalnya dari biru
hingga merah ke sistem pemotretan multispektral. Analisis visual
foto udara pankromatik, baik hitam-putih maupun berwarna pun kemudian bergeser
ke analisis multispektral sederhana, dengan memanfaatkan alat pemadu warna
elektrik seperti additive colour viewer (ACV).
ACV merupakan
suatu antarmuka (interface) yang dapat digunakan untuk menampilkan
diapositif film multispektral dengan penyinaran warna primer (merah, hijau dan
biru) untuk masing-masing saluran. Dengan tersedianya sistem perekam citra
digital, maka citra multispektral pun diolah dengan komputer. Analisis
multispektral dapat dilakukan secara lebih teliti dengan membaca nilai-nilai
piksel pada berbagai saluran spektral secara serentak, untuk diperbandingkan,
dikombinasi melalui transformasi, maupun diekstrak melalui berbagai analisis
statistik multivariat yang rumit, di mana setiap saluran berfungsi sebagai satu
variabel informasi spektral. Dari awal tahun 1970-an hingga saat buku ini
ditulis, telah berkembang banyak metode analisis multispektral, yang dapat
dibaca di Adams dan Gilespie (2006), Liu dan Mason (2008), dan juga Gao (2010).
Dengan
demikian, perkembangan metode yang sudah berlangsung sekitar 25 tahun ini
kemudian semakin mengarah ke klasifikasi multisumber. Beberapa tulisan
awal yang mengintegrasikan penginderaan jauh (khususnya pengolahan citra)
dan SIG angara lain yang ditulis oleh Verbyla dan Nyquist (1987), Srinivasan
dan Richards (1990), Danoedoro (1993).
Perkembangan analisis multispektral juga mengarah ke penambahan jumlah saluran
dan lebar setiap saluran. Sistem hiperspektral mampu mencitrakan fenomena
di permukaan bumi dengan jumlah saluran spektral yang mencapai ratusan dan
dengan lebar setiap saluran yang hanya beberapa nanometer. Analisis citra
semacam ini, yang disebut dengan spectral cube (kubus
spektral) berkembangan dengan pendekatan yang berbeda, mengingat bahwa
metode-metode analisis multispektral tidak akan efisien dari sisi waktu
pemrosesan dan akurasi hasilnya. Tulisan-tulisan van der Meer dan de Jong
(2003) serta Jensen (2007) dapat dijadikan rujukan awal untuk keperluan ini.
Dari
Per-Pixel ke Per-Objek
Pada tahun 1980-an, citra multispektral dengan kualitas detil
yang mendekati atau bahkan menyamai foto udara. Hal ini tidak lepas dari
berakhirnya era Perang Dingin di awal 1990-an dan keputusan Presiden Bill
Clinton untuk mengijinkan perusahaan-perusahaan swasta mengoperasikan satelit
penginderaan jauh dengan teknoogi satelit mata-mata. Pada tahun 1999
muncullah perusahaan Space Imaging yang meluncurkan satelit Ikonos dengan
resolusi spasial hingga 1 meter, disusul oleh Quickbird dengan resolusi spasial
hingga 0,6 meter, serta satelit-satelit lain seperti OrbView. Saat ini,
satelit GeoEye telah mampu menghasilkan citra digital dengan resolusi spasial
sekitar 40 cm, meskipun undang-undang di Amerika Serikat hanya mengijinkan
citra tersebut diproses dan digunakan oleh publik pada resolusi spasial 50 cm
atau lebih kasar.
Di Indonesia, citra resolusi spasial tinggi lebih banyak
diperlakukan seperti foto udara karena para analis mengalami kesulitan dalam
menerapkan klasifikasi multispektral terhadap citra semacam itu. Pada
klasifikasi multispektral citra resolusi tinggi, satu piksel merupakan bagian
dari objek penutup lahan yang umumnya berukuran jauh lebih besar, sehingga
hasil klasifikasi cenderung merupakan kumpulan piksel yang tidak berkaitan
langsung dengan kategorisasi objek yang dikembangkan dalam klasifikasi
(Danoedoro, 2006).
Perkembangan Inderaja di Indonesia
Di Indonesia, penggunaan foto udara untuk survei pemetaan sumberdaya
telah dimulai oleh beberapa lembaga pada awal tahun 1970-an. Pada periode
yang sama, ketika berbagai lembaga di Indonesia masih belajar memanfaatkan foto
udara, Amerika Serikat pada tahun 1972 telah meluncurkan satelit sumberdaya
ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite - 1), yang kemudian
diberi nama baru menjadi Landsat-1. Satelit ini mampu merekam hampir
seluruh permukaan bumi pada beberapa spektra panjang gelombang, dan dengan
resolusi spasial sekitar 80 meter. Sepuluh tahun kemudian, Amerika
Serikat telah meluncurkan satelit sumberdaya Landsat-4 (Landsat-D) yang
merupakan satelit sumberdaya generasi kedua, dengan memasang sensor baru Thematic
Mapper yang mempunyai resolusi yang jauh lebih tinggi daripada
pendahulunya, yaitu 30 meter pada enam saluran spektral pantulan dan 120 meter
pada satu saluran spektral pancaran termal. Pada tahun yang hampir
bersamaan itu pula, beberapa lembaga di Indonesia baru mulai memasang
sistem komputer pengolah citra digital satelit, dan menjadi salah satu negara
yang termasuk awal di Asia Tenggara dalam penerapan sistem pengolah citra
digital. Meskipun demikian, tampak nyata bahwa Indonesia sebagai negara
berkembang cenderung tertinggal dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi.
Penginderaan jauh sekarang tidak hanya menjadi alat
bantu dalam menyelesaikan masalah. Begitu luasnya lingkup aplikasi
penginderaan jauh sehingga dewasa ini bidang tersebut telah menjadi
semacam kerangka kerja (framework) dalam menyelesaikan berbagai masalah
terkait dengan aspek ruang (lokasi, area), lingkungan (ekologis) dan
kewilayahan (regional). Perkembangan ini meliputi skala sangat besar
(lingkup sempit) hingga skala sangat kecil (lingkup sangat luas).
DAFTAR
PUSTAKA
Howard, John A. 1990. Remote Sensing
Of Forest Resources-Theory and Aplication Melbourne : Chapman and
Hall.
Indarto,
2014. Teori dan Praktek Penginderaan Jauh. Andi Publisher
Jensen, John R. 1986. Introductory Digital
Image Processing – a Remote Sensing Perspektive. London : Prentice Hall
Utoyo, Bambang. 2009. Geografi 3 Membuka Cakrawala Dunia : untuk Kelas XII Sekolah Menengah
Atas / Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta. PT. Setia
Purna Inves
Langganan:
Postingan (Atom)